Dakwah dan Kehidupan Pasca Kampus


https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRCirgTGyWSZW7En4L8crrJ7k2IdBDOUKP0UA&usqp=CAU

Gimana sih kehidupan pasca kampus yang kalian idam-idamkan?
Kerja kantoran sambil duduk diruangan ber AC?
Punya usaha dengan omset berjuta-juta?
Lanjut kuliah ke luar negeri pake beasiswa?
atau Nikah sama anak sultan yang punya harta berlimpah?
Wah...enak sih, tapi apa iya ini tujuan akhir hidup kita?

Tiga tahun pasca lulus kuliah, saya mulai banyak menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Menemukan bahwa tujuan utama kuliah bukan supaya dapat kerja. Kehidupan pasca kampus mengajarkan saya untuk lebih bisa menebar kebermanfaatan, lebih tangguh, lebih banyak mencoba daripada mengeluh, lebih banyak meminta kepada Allah daripada berharap-harap pada selain Allah.

Kehidupan pasca kampus menyadarkan saya, bahwa meski dirimu bukan lagi mahasiswa dengan pemikirannya yang idealis dan agenda-agenda dakwah yang seabrek, dirimu tetaplah seorang pengemban amanah dakwah. Dulu saya sering mendengar kalimat ini ketika menghadiri taujih-taujih pekanan "Bukan dakwah yang membutuhkanmu, Kamu lah yang butuh dakwah" kalimat lainnya, "Dakwah akan terus berjalan dengan atau tanpa hadirnya dirimu". Dakwah adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta para sahabat. Dakwah sederhananya adalah mengajak orang lain menuju ketaatan kepada Allah. Penyerahan sepenuhnya atas harta dan jiwa kita kepada Allah saja. Sebab itu lah perniagaan yang paling menguntungkan dimana surga lah sebagai balasan. 

Dalam metode dakwah ada yang dikenal dengan Dakwah Fardiyah (Pendekatan Secara Personal). Cara ini biasa dipakai dalam strategi dakwah. Sebagai mahasiswa baru -tanpa disadari saya pun menjadi sasaran Dakwah Fardiyah ini. Apa yang saya rasakan? Alhamdulillah, bersyukur Allah pertemukan saya dengan teman-teman di KAMMI pada saat itu. Apa yang saya harapkan dari organisasi ini? Saat itu saya berharap seperti mahasiswa pada umumnya. Lewat KAMMI saya bisa belajar mengembangkan potensi yang saya miliki, mengasah nalar kritis, melatih jiwa kepemimpinan dan pastinya semakin taat karena kader KAMMI saat itu branding nya adalah anak-anak liqo’ yang kerjanya bukan cuma sibuk kuliah tapi sibuk ngaji juga.

Kader-kader KAMMI saat itu menurut saya telah berhasil memotivasi saya baik lewat branding yang mereka lakukan maupun metode Dakwah Fardiyahnya. Lalu apakah saya hanya berhenti disitu saja untuk mengembangkan potensi saya? tentu tidak. Lalu apakah salah bila saya diajak untuk bergabung ke organisasi dengan penawaran lewat ‘branding’ tadi? Sehingga menyebabkan saya menggantungkan harapan terhadap organisasi, misalnya terkait jaringan yang semakin luas terutama koneksi pekerjaan yang menjadi orientasi mahasiswa pada umumnya? Tentu tidak, karena ini hanyalah salah satu pendekatan personal yang dipakai untuk memunculkan motivasi mahasiswa tadi. Namun perlu diingat ini hanyalah cara-cara pemantik saja yang setidaknya dapat menarik minat orang lain, meskipun sesungguhnya kita sama-sama tau bahwa seharusnya orientasi sejati hanyalah Allah semata. Begitulah strategi dakwah yang tak harus selalu memakai cara-cara yang kaku. Kita juga mungkin pernah sama-sama merasakan sulitnya mengajak orang-orang yang sama sekali belum pernah bersentuhan dengan tarbiyah. Cara-cara yang terlalu kaku hanya akan menyebabkan orang awam takut dan justru memilih untuk menghindar.

Saya merasa perlu untuk memberikan sedikit gambaran terkait fenomena di atas,  karena faktanya dakwah dan kehidupan pasca kampus telah banyak merubah orientasi atau bahkan jati diri seorang aktivis dakwah. Aktivis dakwah yang tadinya menaruh harapan atas masa depan karirnya terhadap organisasi, pada beberapa kasus ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Organisasi dipandang kurang bisa memberikan andil terhadap masa depan karirnya. Akibatnya apa? Akibatnya muncul lah pandangan bahwa organisasi bukanlah seperti apa yang di ‘branding’ kan dulu. Kenapa walau sudah ikut organisasi, tetap saja akhirnya sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Ada yang perlu dievaluasi terkait orientasi dalam berorganisasi, bahwa output dari keikutsertaan kita berkiprah dalam organisasi bukanlah pada apa yang tampak saja, namun manfaat itu seharusnya bisa dirasakan pada apa yang tidak tampak.

Kehidupan pasca kampus telah banyak merubah jati diri seorang aktivis dakwah. Padahal perlu dipahami bahwa setiap individu adalah seorang da’i, baik sewaktu menjadi mahasiswa maupun setelah masuk ke dalam ranah profesi. Betapa besarnya manfaat yang akan dirasakan bila aktivis dakwah yang tadinya aktif di kampus, setelah lulus kuliah tetap aktif juga berkiprah di jalan dakwah. Pergeseran orientasi ini dari kebermanfaatan akhirat menuju kehidupan duniawi sebenarnya bisa diantisipasi lewat keberlangsungan agenda pekanan (tarbiyah/liqo). 

 Titik Temu Harakah: Dari Liberal Kiri ke Akhwat PKS

Aktivis dakwah yang terbiasa berada dalam ikatan ukhuwah semasa kuliah nyatanya akan menghadapi beragam Culture Shock di lingkungan pekerjaannya. Bila Culture Shock ini tidak dapat dikelola, maka inilah yang akan berujung pada hilangnya jati diri seorang aktivis dakwah. Lingkungan kerja terdiri dari beragam karakter dan latar belakang orang. Dalam praktiknya kalimat “berbaurlah tapi jangan melebur” ini sebenarnya penuh dengan ujian dan tantangan tergantung medan yang dihadapi. Bagi aktivis dakwah yang berkarir di lingkungan dengan orang-orang tertarbiyah tentunya ini bukanlah masalah besar, namun bagi mereka yang akhirnya ‘kecemplung’ dengan dunia pekerjaan yang jauh sekali dari ke ‘ikhwahan’ dan ‘keakhwatan’ sudah pasti akan menemui berbagai macam tantangan.

Maka dari itu penting bagi seorang aktivis dakwah untuk memegang prinsip ini, bahwa dimana pun berada, mereka adalah tetap seorang da’i. Bila dulu, kampus adalah medan juangnya, setelah lulus kuliah dan bekerja, maka lingkungan pekerjaan adalah medan juangnya. Mengapa harus mendikotomikan antara waktu mencari maisyah dengan dakwah, bila ternyata keduanya bisa berjalan sekaligus. Dakwah di ranah profesional sebenarnya sangatlah efektif, bagaimana tidak, sasaran dakwahnya adalah orang-orang luar biasa yang diamanahi oleh Allah memegang posisi-posisi strategis dan penentu keputusan penting. Betapa besarnya manfaat yang akan ummat rasakan ketika orang-orang seperti ini menjalankan roda kepemimpinan di negeri ini. Para pemimpin yang bukan hanya berorientasi pada dunia saja namun juga berorientasi kepada akhirat dan menaruh perhatian pada masalah-masalah keummatan.

Pada akhirnya, dakwah dan kehidupan pasca kampus adalah medan juang yang sangat menantang, hanya dengan pemahaman dan orientasi lillahi ta’ala yang akan menuntun gerak langkah kaki kita. Apakah kita bersedia terjun ke dalamnya? Apakah hanya menjadikan medan ini sebagai tempat sekedar mencari maisyah atau malah menganggapnya sebagai ladang dakwah? Semoga Allah menolong kita…

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer